Semarang – Tim Satgas Mafia Tanah Ditreskrimsus Polda Jateng berhasil mengungkap kasus mafia tanah yang melibatkan tiga orang tersangka. Ketiganya diduga telah merebut lahan milik 11 petani di Kota Salatiga dengan luas total sekitar 27 ribu meter persegi. Hal ini disampaikan oleh Kabidhumas Polda Jateng Kombes Pol Artanto dalam konferensi pers yang digelar di Mako Ditreskrimsus Polda Jateng, Jalan Sukun Raya Banyumanik, Kota Semarang, pada Senin (29/7/2024) siang.
Dalam keterangannya, Kombes Pol Artanto mengungkapkan identitas ketiga pelaku yaitu DI (49), AH (39), dan seorang perempuan NR (41). Ketiga tersangka memiliki peran masing-masing dalam menjalankan aksinya. “Dengan peran masing-masing, para tersangka menggerakkan korban untuk menyerahkan sertifikat dengan memberikan uang muka dan rangkaian kebohongan,” ujar Kombes Pol Artanto.
Dirreskrimsus Kombes Pol Dwi Subagyo menjelaskan lebih lanjut mengenai peran tiap tersangka. AH, yang berpura-pura sebagai anak pengusaha rokok terkenal, berperan sebagai aktor intelektual dengan modus membeli tanah seluas total 26.933 meter persegi. DI menggunakan identitas palsu sebagai Edward Setiadi yang disebut sebagai pemodal, sedangkan NR mengaku sebagai notaris.
“Korban diberi uang muka Rp 10 juta untuk satu bidang tanah. Ada 11 korban, mereka petani,” ungkap Kombes Pol Dwi Subagio. Setelah memperoleh sertifikat tanah dari korban, para pelaku secara melawan hukum membalik nama sertifikat tersebut menjadi atas nama AH. Sertifikat yang sudah dibalik nama tersebut kemudian dijadikan agunan kredit modal kerja oleh AH atas nama PT Citra Guna Perkasa di salah satu bank dengan nilai Rp 25 miliar, yang jauh melebihi nilai tanah tersebut.
“Hal ini mengakibatkan kerugian pihak bank berupa kredit macet senilai Rp 25 miliar, sedangkan para petani mengalami kerugian total Rp 9 miliar. Total kerugian akibat perbuatan para pelaku sebesar Rp 34 miliar,” jelasnya.
Dirreskrimsus mengungkapkan bahwa penyelidikan kasus tersebut telah berlangsung sejak 2021, membutuhkan waktu tiga tahun karena proses panjang dalam menelusuri jaringan mafia tanah tersebut. “Sejauh ini kami sudah melakukan pemeriksaan terhadap 46 saksi dan 2 saksi ahli dari UI dan Undip,” tambahnya.
Para tersangka saat ini sudah berada di tahanan karena juga terjerat kasus berbeda yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah (Kejati Jateng). Bahkan, AH sudah beberapa kali menjadi tersangka di Kejaksaan, termasuk kasus kredit fiktif.
“AH memang berada di tahanan karena masih dalam proses hukum oleh kejaksaan,” tandasnya.
Atas perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penipuan dengan ancaman hukuman penjara 4 tahun dan Pasal 266 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang pemalsuan dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara.
(R.one.jtg)